Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei bukan hanya hari untuk merayakan kelahiran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, melainkan juga momen penting untuk merefleksikan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di tahun 2025, dengan tantangan global yang semakin kompleks—seperti perubahan iklim, revolusi digital, dan ketimpangan sosial—peringatan Hari Pendidikan Nasional menjadi ajakan untuk membuka kembali komitmen kita terhadap pendidikan yang tidak hanya membekali pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, kepribadian, dan kemandirian berpikir bagi setiap warga negara. Setiap momen ini mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan sejati: merdeka dari kebodohan, ketertindasan, dan ketidakadilan.

Tujuan utama pendidikan nasional—mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan watak dan peradaban yang berkepribadian, serta berperan aktif dalam pembangunan bangsa—harus diimplementasikan secara nyata di setiap lapisan sistem pendidikan. Dalam konteks kehidupan sekolah, ini berarti bahwa tugas guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menjadi panutan dalam nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Pendidikan harus menumbuhkan anak-anak sebagai individu yang mampu berpikir kritis, berempati, berinovasi, dan mampu bekerja sama—kualitas yang diperlukan untuk membangun bangsa yang berintegritas dan berdaya saing global. Di sinilah visi Ki Hajar Dewantara—Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karsa, Tut wuri handayani—masih sangat relevan.
Pada Hari Pendidikan Nasional 2025, penting untuk mengevaluasi sejauh mana pendidikan telah benar-benar membuka ruang bagi semua anak, terutama yang berada di daerah terpencil, kelompok rentan, dan anak berkebutuhan khusus. Tujuan pendidikan nasional menekankan pada pemerataan akses, kualitas, dan kebermaknaan pendidikan. Oleh karena itu, perayaan hari ini harus dijadikan momen bagi pemerintah, pendidik, orang tua, dan masyarakat untuk bersama-sama memperkuat sistem pendidikan yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada potensi manusia secara utuh—bukan hanya pada hasil ujian, tetapi pada proses pembentukan karakter dan keterampilan hidup.
Kerja bersama ini dapat dimulai dari hal sederhana: memperkuat budaya literasi di sekolah, mengedukasi guru dalam pendekatan berbasis karakter, dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan lokal. Kegiatan seperti Festival Pendidikan Kebangsaan, Lomba Menulis Karya Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai NKRI, atau Pameran Inovasi Guru Inspiratif bisa menjadi bentuk konkret perayaan yang mengangkat semangat nasionalisme, keberagaman, dan inovasi. Dengan demikian, peringatan Hari Pendidikan Nasional bukan sekadar ritual tahunan, tapi dokumen konsensus kebangsaan tentang arah dan nilai pendidikan Indonesia.
Di akhir perjalanan, Hari Pendidikan Nasional 2025 mengajak kita untuk terus berkomitmen pada pendidikan yang bukan hanya mengantarkan anak ke pintu gerbang dunia kerja, tetapi juga membentuk manusia Indonesia yang tangguh, jujur, peduli lingkungan, dan penuh semangat kebangsaan. Dengan setiap guru yang berdedikasi, setiap siswa yang berani belajar, dan setiap keluarga yang mendukung, kita sedang membangun masa depan yang lebih adil dan beradab. Mari kita jadikan 2 Mei sebagai hari yang menyala: menyala bukan hanya dengan bendera, tetapi dengan semangat untuk terus belajar, terus mengajar, dan terus membangun bangsa — dengan hati yang penuh cinta, kebenaran, dan harapan